Tuesday, December 16, 2014

Femina | Pencerahan & Spiritualitas | Juni, 2009 | by Naomi Jayalaksana


Saya yakin, bahwa Dewi juga pernah mengalami masa-masa pencarian dan keraguan yang meliputi makna hidup, Tuhan, dan kebahagiaan. Kegelisahan atau pertanyaan-pertanyaan seperti apa yang kerap muncul di benak Dewi saat itu? Bagaimana prosesnya perjalanan pencarian Dewi hingga akhirnya menemukan jawaban tersebut? Berapa lama?

Saya nggak tahu persis berapa lama, sejak kecil memang saya sudah tertarik dengan pertanyaan-pertanyaan eksistensial. Tahun 1998 saya mengalami peristiwa yang membuat saya harus mempertanyakan ulang arti cinta, dan setelah itu pertanyaan saya berkembang menjadi arti hidup, lalu arti Tuhan. Dan setelah itu saya bertemu dengan buku Conversation With God yang di dalamnya banyak beresonansi dengan perenungan saya selama itu. Hingga akhirnya tahun 1999 saya mengalami semacam epifani, semacam ekstase spiritual, dan sejak itu pandangan saya tentang Tuhan, agama, cinta, hidup, berubah sama sekali.

Apakah Dewi juga pernah melakukan perjalanan jauh untuk mendapatkan jawaban itu, misalnya ke Nepal, atau negara-negara lain? Menurut salah satu sumber, Dewi dan suami berencana untuk melakukan perjalanan spiritual ke Peru? Bisa dishare kisahnya, tentang tujuan dari Dewi dan suami?

Enggak sih, saya belum sampai melakukan perjalanan jauh, walaupun keinginan ada. Tapi saya sering ikut retreat meditasi, salah satunya ke Hong Kong, untuk ikut retreat bersama Thich Nhat Hanh. Rencana ke Peru sebagian besar dengan tujuan riset untuk novel saya Supernova Partikel, tapi terpaksa ditunda karena kehamilan. Tapi di Peru saya memang ingin mengunjungi situs-situs sakral dan ikut ritual sakral Ayahuasca bersama shaman di sana.

Adakah trauma atau sebuah kejadian yang membuat Dewi merasa gelisah, namun berhasil "disembuhkan" ketika Dewi akhirnya menemukan pencerahan itu? Bisa di-share kisahnya?

Sejak saya meditasi sebetulnya saya juga belajar bahwa hidup adalah kesempatan untuk menyembuhkan rangkaian trauma, dan trauma ini kita dapat bukan hanya dari kehidupan sekarang, tapi juga kehidupan-kehidupan lampau yang kemudian tertanam di DNA kita. Jadi nggak ada satu kejadian yang spesifik sih, tapi begitu banyak penyembuhan yang saya alami sejak mendalami meditasi.

Meminjam istilah Oprah Winfrey, apa "a-ha moment" Dewi, dan kapan serta bagaimana Dewi mendapatkan momen itu?

Tahun 1999, saya mengalami peristiwa di mana terjadi komunikasi langsung antara saya dengan “the higher self”, yah, namanya bisa macam-macam, orang ada yang menyebut Tuhan, dsb. Lalu tahun 2000 saya mendapat peristiwa visualisasi yang juga mengubah pandangan saya tentang realitas selama ini. Dan waktu saya belajar meditasi vipassana di Mendut, saya juga mengalami bahwa segala sesuatu tidak ada yang permanen termasuk apa yang kita sebut sebagai “diri” atau “self”. Pada tahun 2007, saat mengikuti retreat Enlightenment Intensive di Ubud, saya mendarat di present moment yang sangat powerful bagi saya saat itu. Bagi saya, kompilasi peristiwa-peristiwa tadi tidak lain adalah proses evolusi pribadi saya. Caranya bermacam-macam dan a-ha moment-nya juga macam-macam.

Seperti apa konsep kebahagiaan bagi Dewi? Adakah perbedaannya sebelum dan sesudah Dewi menemukan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan pada nomor satu?

Kebahagiaan bukanlah yang terpenting meski itu adalah yang semua orang cari. Kesadaran atau keelingan lebih penting. Karena kebahagiaan juga pada akhirnya pudar, sama dengan kedukaan. Nggak ada orang yang terus-terusan bahagia, nggak ada juga orang yang terus-terusan susah, semuanya berganti-ganti dan nggak ada yang tetap. Namun menyadari keduanya sebagai fenomena dan menyambut keduanya dengan tangan yang sama-sama terbukalah yang membuat hidup ini lebih mudah dan realistis untuk dijalani.

 Bisa tolong di-share, perubahan pada pribadi Dewi: The "Then Dewi" and "Now Dewi" setelah mendapat pencerahan.

Menurut saya pencerahan itu bukan sesuatu yang fixed, tapi terus berjalan dan berubah. Saya lima menit yang lalu pun tidak sama dengan Dewi yang sekarang. Secara global, saya merasa lebih realistis dan lebih santai.